“Most things I worry about never happen anyway.” ~Tom Petty
Dahulu seorang petani berdoa mengharapkan kesuburan untuk ladangnya. Selama bertahun-tahun ia terus berdoa. Ia memiliki seekor kuda. Suatu hari kudanya secara tak terduga melarikan diri ke gunung. Ketika mendengar kabar tersebut, tetangga petani tersebut datang untuk berkunjung.
" Betapa mengerikan kejadian yang kamu alami", mereka berkata kepada petani.
" Ya, kita akan tahu," Petani itu pun menjawab.
Paginya, mengejutkan, kuda itu kembali, bersama dengan tiga kuda liar lainnya.
" Betapa menakjubkan, kamu sangat beruntung" tetangga petani itu berseru
" Kita akan tahu," balas petani itu.
" Kita akan tahu," balas petani itu.
Beberapa hari kemudian, anak petani itu mencoba menaiki salah satu kuda liar. Kuda itu belum jinak dan anak petani itu terlempar dan jatuh dengan begitu keras sehingga mematahkan lengannya.
" Kasihan sekali " tetangga petani bersimpati atas ketidak beruntungan petani itu. Hari berikutnya, pejabat militer datang ke desa untuk mengambil semuda pemuda dikampung mengikuti wajib militer iliter. Melihat lengan anak petani telah patah, mereka pun meninggalkannya. Tetangga
pak petani itu mengucapkan selamat kepada petani sesuatu yang baik telah terjadi. " Kita akan mengerti" Petani itu menjawab.
Cerita ini menggambarkan suatu kedamaian dengan tidak meloncat kedalam suatu kesimpulan. Pernahkah kamu mencemaskan tentang sesuatu, setelah itu baru mengetahui yang kamu cemaskan tidak ada dan tidak benar? Ego berarti takut terhadap sesuatu yang tak kita ketahui, sehingga akan membuat kita menarik kesimpulan dengan tujuan merasa sesuatu kepastian.
Didalam ego membutuhkan sesuatu kepastian, kita membuat asumsi-asumsi. dan ketika kita membuat asumsi, kita membuat banyak kesalahan.
We can never know how the future will unfold. Yet fear convinces us to believe in present circumstances and future outcomes that are totally untrue. This is the origin of worry. Worry is the ego’s way of satisfying itself with an answer—any answer, no matter how irrational it is.
Saya mencemaskan banyak hal, besar dan kecil. Saya mencemaskan jenuh dengan karirku, hubungan yang tidak baik dengan teman-teman, tidak punya cukup uang, dan terjadi atau tidak saya akan kehilangan kereta api bawah tanah di Manhattan.
Perasaan cemas sangat berbahaya. Ketika kita cemas, kita membuat kesalahan-kesalahan. Contoh, ketika melihat dirimu agak dingin dan cenderung diam saya lalu membuat asumsi tentangmu, seperti kamu sedang marah denganku. Kemudian saya bertindak dalam asumsi ini.
" Kasihan sekali " tetangga petani bersimpati atas ketidak beruntungan petani itu. Hari berikutnya, pejabat militer datang ke desa untuk mengambil semuda pemuda dikampung mengikuti wajib militer iliter. Melihat lengan anak petani telah patah, mereka pun meninggalkannya. Tetangga
pak petani itu mengucapkan selamat kepada petani sesuatu yang baik telah terjadi. " Kita akan mengerti" Petani itu menjawab.
Cerita ini menggambarkan suatu kedamaian dengan tidak meloncat kedalam suatu kesimpulan. Pernahkah kamu mencemaskan tentang sesuatu, setelah itu baru mengetahui yang kamu cemaskan tidak ada dan tidak benar? Ego berarti takut terhadap sesuatu yang tak kita ketahui, sehingga akan membuat kita menarik kesimpulan dengan tujuan merasa sesuatu kepastian.
Didalam ego membutuhkan sesuatu kepastian, kita membuat asumsi-asumsi. dan ketika kita membuat asumsi, kita membuat banyak kesalahan.
We can never know how the future will unfold. Yet fear convinces us to believe in present circumstances and future outcomes that are totally untrue. This is the origin of worry. Worry is the ego’s way of satisfying itself with an answer—any answer, no matter how irrational it is.
Saya mencemaskan banyak hal, besar dan kecil. Saya mencemaskan jenuh dengan karirku, hubungan yang tidak baik dengan teman-teman, tidak punya cukup uang, dan terjadi atau tidak saya akan kehilangan kereta api bawah tanah di Manhattan.
Perasaan cemas sangat berbahaya. Ketika kita cemas, kita membuat kesalahan-kesalahan. Contoh, ketika melihat dirimu agak dingin dan cenderung diam saya lalu membuat asumsi tentangmu, seperti kamu sedang marah denganku. Kemudian saya bertindak dalam asumsi ini.
Dasar pikiran yang salah dari tindakanku membuatku menjadi devensif (membela diri). Tindakanku
kemudian menyebabkanmu membuat asumsi tentangku. Selama kamu tidak dapat mengerti bahwa saya sedang melindungi diri sendiri, mengasumsikan saya marah denganmu.
Berkhayal+takut = cemas
Buang jauh-jauh rasa cemasmu, hilangkan rasa cemasmu. Tenanglah, bahwa apapun yang akan terjadi di hari esok itu adalah kehendak Tuhan. Percayalah bahwa Allah telah mengatur sedemikian rupa jalan hidup kita. Kita hanya perlu berpikir positif. :)