Pages

Wednesday 3 May 2017

Harapan Ibu untuk Menikahkan Anaknya

ALhamdulilah,
Terimakasih Allah telah mengijinkanku untuk menulis sepenggal kisah kecilku

Hidup sebetulnya simpel. Kita dilahirkan, kita dibesarkan, disekolahkan, kemudian kita menikah, dan akhirnya kita yang berperan melahirkan, membesarkan, menyekolahkan, dan akhirnya menikahkan anak. Itu saja.

Namun dalam prosesnya kita bertemu dengan prinsip, keinginan pribadi,kebutuhan, keinginan orang tua, dll yang seringkali membuat perputaran kehidupan agak melambat.

Aku baru sadar sekarang,
bahwa semakin kamu mengejar kegilaanmu semakin kamu menghambat laju perputaran kehidupan. Bagaimana tidak? 

Aku sendiri bukan typical seseorang yang dapat menjalani beberapa hal dalam sekali waktu, contoh konkrintnya antara sekolah dan mempunyai teman dekat. Aku gila kompetisi apalagi di bidang akademik. Sekali memutuskan untuk menekuni satu hal maka hal lain akan kuabaikan. Melihat jejak akademis dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi, dapat kulihat bahwa ketika aku sedang masa-masa mengalami sindrom cinta monyet maka nilai akademisku menurun. Begitupun sebaliknya.

Aku pikir sekarang saat yang tepat untuk menormalkan perputaran kehidupan.

Meski beberapa hari lalu aku sempat gila untuk mengejar s2. Namun aku berpikir secara berulang-ulang. Ada hal yang penting yaitu tanggung jawab sebagai anak yaitu menikah. Orang tua memang tidak salah jika menuntut untuk menikah palagi jika secara umur, umur kita telah matang. Orang tua berusaha menyelesaikan tugasnya dalam perputaran kehidupan,

"Kamu sudah kulahirkan, kubesarkan, kusekolahkan, dan tugasku tinggal satu yaitu menikahkanmu"

Awalnya aku brontak, karena ada banyak mimpi yang ingin kuraih, ada banyak hal yang belum kulakukan sebagai pribadi yang masih bebas. Namun Akhirnya aku sadar, aku lelah melawan laju perputaran kehidupan. Jikalau hari ini kamu mengambil S2, kamu akan membutuhkan waktu 2 tahun minimal, sedang umurmu 26, lulus S2 umur 28, padahal di agama juga sudah dijelaskan dengan gamblang menikahlah jika kamu sudah siap baik mental, maupun materi. Umur 28 pun nanti pada akhirnya menikah, lalu kenapa tidak sekarang-sekarang?
Bukankah menuruti keinginan orang tua lebih baik daripada menuruti keinginan pribadi?

Ok, aku mengerti.
bagaimana dengan Calonnya? apakah sudah ada?
Alhamdulilah Allah telah menyiapkan yang terbaik untukku, namun sampai dengan saat ini aku belum tahu yang mana dia.

Dua hari lalu aku bertemu dengan seseorang. Seseorang yang kukenal lama tanpa pernah aku tahu bagaimana rupanya. Kemarin allah menginjinkan kami bertemu.
kami bertemu di simpang lima Semarang.
Tidak ada hal yang perlu kucemaskan darinya, berbeda dengan beberapa orang sebelumnya pernah kutemui,  aku mencemaskan soal perbedaan suku, soal sikap, soal perbedaan agama, soal umur yag cukup jauh dll.